Malam itu, suasana terasa begitu hangat meskipun angin malam berhembus pelan. Kami, angkatan 25 Vermithor, duduk bersama di bawah langit yang dipenuhi bintang, menatap layar besar yang menampilkan perjalanan kami selama tiga tahun terakhir. Video angkatan ini bukan sekadar kumpulan gambar dan video, tapi potongan-potongan kenangan yang membentuk siapa kami hari ini.
Satu per satu momen itu terputar. Awal masuk sekolah dengan wajah polos dan canggung, hari-hari penuh tugas dan ujian yang melelahkan, keseruan di kelas saat guru sedang tidak ada, tawa lepas saat acara sekolah, hingga momen kebersamaan yang mungkin dulu terasa biasa saja, tapi kini begitu berharga.
Kami tertawa saat melihat kembali tingkah konyol di kelas, candaan yang dulu terasa receh tapi sekarang begitu dirindukan. Tapi di antara tawa itu, ada juga keheningan yang tiba-tiba datang. Mata mulai berkaca-kaca saat video memasuki bagian perpisahan—pesan dari guru, foto-foto terakhir bersama, dan tulisan-tulisan penuh makna yang mengingatkan bahwa sebentar lagi semuanya akan berubah.
Beberapa dari kami mencoba menahan air mata, tapi akhirnya menyerah. Menangis bukan karena sedih semata, tapi karena sadar bahwa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin kami mengenakan seragam putih abu-abu untuk pertama kalinya, dan sekarang, sebentar lagi kami harus melepasnya.
Malam itu, Vermithor tidak hanya sekadar angkatan, tapi sebuah keluarga. Kami mungkin akan berpisah, melangkah ke jalan masing-masing, tapi kenangan yang telah dibuat akan tetap melekat selamanya. Video angkatan ini bukan hanya rekaman biasa, tapi bukti bahwa kami pernah ada di sini, bersama, menjalani masa-masa terbaik dalam hidup.
Terima kasih untuk setiap tawa, tangis, dan kebersamaan ini. Vermithor 25, selamanya di hati.